(Tapa)
Regweda IX.83.1
Baca juga:
Asal Usul Suku Kampai Minangkabau
|
Orang tidak bisa menyadari Tuhan yang Maha Esa, Yang Maha Agung, tanpa melaksanakan tapa
Regweda XIX.83.1
Orang yang tanpa menjalankan tapa (pengekangan diri) yang keras, tidak dapat menyadari Tuhan Yang Maha Esa.
Atharwaweda XI.8.2
Tapa dan keteguhan hati adalah satu-satunya juru selamat di dunia yang mengerikan
Atharwaweda VII.61.2
Ya Tuhan Yang Maha Esa, kami melaksanakan tapa (pengekangan diri) yang bersifat batiniah (mental) dan jasmaniah (fisik). Semoga kami mencapai usia panjang dan menjadi cerdas dengan mempelajari Weda
Atharwaweda III.24.5
Wahai umat manusia, perolehlah kekayaan dengan seratus tangan dan dermakanlah itu dalam kemurah-hati dengan seribu tanganmu.
Yayurweda XXIII.62
Pengorbanan (yadnya) ini adalah pusatnya alam semesta. Yadnya artinya korban suci, yakni korban yang dilandasi oleh kesucian hati, ketulusan dan tanpa pamrih. Yadnya mengandung pengertian yg sangat luas, jauh lebih luas dibandingkan dengan pengertian upacara atau upakara. Yadnya merupakan pusat alam semesta karena TYME menyatakan bahwa alam semesta ini diciptakan atas dasar Yadnya, keikhlasanNya selanjutnya Beliau bersabda supaya setiap manusia mengikuti jejakNya. Orang yang tekun melakukan yadnya memperoleh pencerahan batin.
Brata
Yayurweda XIX.30
Dengan menjalankan brata, seseorang mencapai diksa (penyucian diri). Dengan diksa seseorang mencapai daksina (penghormatan). Dengan daksina seseorang mencapai sradhha (kepercayaan/keyakinan) dan melalui sraddha seseorang menyadari kebenaran sejati / Tuhan Yang Maha Agung
Brata adalah janji luhur melaksanakan disiplin seperti berpuasa, dll. Brata dapat diartikan disiplin tertentu. Seorang yang melaksanakan Brata akan memperoleh penyucian diri (diksa). Brata harus dilandasi dengan sradhha (keimanan) yang mantap. Keberadaan TYME dapat dirasakan melalui brata.
Yayurweda IX.21
Pengorbanan hidup (mengikuti hukumNya) adalah patut (dilakukan),
Pengorbanan jiwa adalah patut (dilakukan), Pengorbanan mata adalah patut (dilakukan), Pengorbanan telinga adalah patut (dilakukan), Pengorbanan mulut adalah patut (dilakukan), dengan pengorbanan yang dikorbankan itu, seseorang akan menjadi (Prajapati), medapatkan kebahagiaan yang sempurna, semangat tinggi dan memperoleh kehidupan yg abadi.
Baca juga:
Sejarah Kerajaan Kediri
|
Yoga
Atharwaweda X.2.26
Seorang suci membuat keserasiannya kepala dan hati. Kemudian, dia menaikan udara-udara vital kearah atas dan memeras udara-udara itu di dalam kepala untuk mencapai tujuannya
Samadhi
Regweda VIII.44.19
Ya Tuhan Yang Maha Esa, orang-orang yang bijaksana menyadari Engkau melalui sarana Samadhi
Yajurweda XXVI.15
Orang yang bermeditasi/bersamadhi pada lereng pegunungan atau di pertemuan sungai-sungai, menjadi tercerahkan Melalui (Tapa Brata Yoga Semadhi) ini telah digambarkan oleh Maharesi Wyasa melalui karya sastra Mahabharata mengajarkan kepada kita, agar dapat mematikan semua nafsu yang menjadi musuh utama manusia sehingga menjadi orang suci menurut kaca mata Tuhan, bukan menurut kacamata manusia. Makna dari duabelas tahun di buang ke hutan adalah, bahwa manusia baru dapat mematikan hawa nafsunya yang berupa lima nafsu buruk yaitu panca ripu setelah melaksanakan tapa, brata, yoga, semadhi selama kurun waktu 12 tahun. Hal ini disimbolkan dalam cerita ketika Bima, Arjuna, nakula dan Sahadewa, semuanya meninggal ketika minum air di sebuah kolam. Kejadian ini sebagai pelajaran kepada kita, bahwa Yudistira (sebagai simbol manusia) setelah 12 tahun lamanya mencari jati dirinya, barulah dia bisa mematikan sifat marah (Bima), birahi (Arjuna), loba (Nakula), iri hati (Sahadewa).
Hal ini juga dicontohkan ketika Bima disuruh oleh Gurunya Drona untuk mencari tirta amerta ke tengah samudera. Setelah Bima mampu mengalahkan naga (yang merupakan simbol nafsu dalam diri) barulah dia dapat bertemu dengan diri sejatinya yang disimbolkan sebagai Dewa Ruci. Cerita ini digambarkan dalam patung Dewa Ruci.
Diceritakan juga tentang Arjuna sebagai simbol manusia yang sanggup mematikan ego dalam dirinya, maka dialah yang disebut YOGI, dialah sosok manusia yang sudah memahami dan menjalankan Iswara Prani Dhana, penyerahan diri secara ikhlas total atas hidupnya hanya semata-mata menjalankan apa yang menjadi kehendak-Nya, bukan karena ego nya atau karena pahalanya.
Arjuna adalah simbol manusia yang kaula sudah sejajar dengan Gustinya, maka dia hanya bekerja atas apa yang diperintahkan oleh Gustinya, sehingga dialah manusia yang ditunjukan wujud Tuhan (versi bhagawadgita).
Penulis: Jagad Dewa Batara